Jumat, 30 Oktober 2015

Doa Ibu

Habis telponan sejam lebih ke kampung dan berbicara panjang dengan ibu saya. Baru kali ini saya bisa bicara sambil ngakak-ngakak segitu lama dengan beliau.

Ibu saya biasanya menghabiskan waktu ditelpon dengan ceramah, nasehat dan lebih seringnya komplain ini itu kepada anaknya. 

Malam ini sebelum telepon ditutup, saya meminta beliau untuk mendoakan agar rencana sekolah saya secepatnya terealisasi dan urusan terkait itu dilancarkan. 

Setelah telepon ditutup, saya tak berhenti tersenyum. Lama kemudian saya teringat bahwa sebandel-bandelnya saya dan segitu seringnya saya dan ibu saya berantem karena berbeda pendapat, ekspektasi dan keinginan, jika ada hal-hal besar yg akan saya lalui, beliau tetap jadi orang no satu yg saya mintain doanya

karena saya tahu, 
Siapa saya hari ini, karena doa beliau agar saya kuliah di jurusan akuntansi di kota saya

Dan saya juga tahu bahwa kesempatan, pertolongan dan kemudahan yg sering saya terima kebanyakan asalnya dari doa beliau

Sudah berbicara dengan ibumu hari ini?


Senin, 26 Oktober 2015

Or maybe its just my own expectation...


Setelah tamat kuliah, bekerja dan kemudian menikah, how do we expect our relationship with some old friends? How do we want them to be? Do we want them to stay same as we know them on high school or college? 

Seorang teman kuliah yang minggu ini berada di Jakarta bercerita bahwa dia baru saja bertemu teman-teman kuliah kami dulu disana. Teman saya itu pergi ke Jakarta karena urusan pekerjaan dan beberapa teman di Jakarta sibuk mengajak berjumpa. Sayapun ditelepon oleh mereka ditengah kemacetan.  

I wish I were there at that time since I miss being around them

Sampai kemudian sorenya saya mendapatkan pesan di bbm bertubi-tubi dari si teman itu, bercerita tentang pertemuan mereka hari itu. Tentang teman kami yang sekarang jadi orang yang berbeda sejak tinggal di Jakarta, terutama gaya hidupnya. Tiba-tiba kehidupan kami-kami di daerah terasa sangat kuno dan biasa sehingga ia merasa out of our old friend’s league. Hmm.. saya sendiri jadi berpikir ulang untuk bertemu mereka saat ke Jakarta bulan depan. 

lalu saya jadi teringat postingannya kang adhitya mulya yang syarat hidup dan yang hedonic treadmill dan kemudian membuat saya berpikir, apa memang perubahan kemampuan finansial serta pencapaian hidup akan otomatis merubah hidup, atau  kita merubah diri kita karena kemampuan finansial  kita meningkat dan pencapaian hidup kita banyak?

Dan kemudian pertanyaan ini berujung pada pertanyaan pada diri sendiri: 

"Apakah teman saya ini masih orang yang sama dengan yang dulu biasa saya ajak naik bis untuk makan bakso di warung pinggir jalan di kota kami?"
“Ataukah ia mungkin orang yang sama dengan kelas yang berbeda?”

Saya sungguh tidak masalah dengan teman-teman saya yang suka membeli barang mahal. Saya tahu bahwa mereka mampu untuk itu dan lagipula itu uang mereka sendiri. Tapi,  saya juga paham dengan apa yang dirasakan teman saya tadi, bahwa pembicaraan reuni yang isinya tentang kemampuan; baik itu membeli barang, mencapai yang terbaik dalam pekerjaan, fasilitas terbaik yang sudah pernah kita coba are no longer fun anymore, terutama jika orang yang kita temui adalah teman lama yang kita kenal dulunya biasa saja dan karena itulah kita berteman dengannya, karena ia biasa saja. 

Or maybe its just my own expectation having the same old friends...
Karena sebenarnya yang kita rindukan dari teman-teman lama itu adalah obrolan yang membebaskan kita dari tuntutan yang kita terima di masa sekarang dan bisa dengan senang hati menertawakan keluguan, kebodohan kita di masa silam. 

Mungkin sebagian orang perlu membuktikan kepada banyak orang siapa dirinya sekarang, but to your old best friends, you don't need to do that.You can feel insecure to other people's achievement but trust me, when you around your best old friends, you will not need to feel that. Your old friends weren’t deal with who you are today, they already engaged with you long time ago, before you became very important person in your office, before your wore your expensive clothes. So, it supposed to be okay for them if your life not run well, also its not that important to them how much money you earned from your successful business. To them, as long as you are happy, they will be happy too. 

Because for these people, all you need to be is just be the old same you because some people just love their friends as they ever known them..








Minggu, 25 Oktober 2015

Cengeng

Tadi siang, saya berbalas-balasan pesan melalui aplikasi whatsap dengan seseorang yg sudah saya anggap seperti abang saya sendiri. Disitu saya menulis tentang keinginan saya untuk menikah dan meminta dia untuk mencarikan, jika ada pria dari kalangan pergaulannya yang ia kira mungkin akan cocok dengan saya. Saya kemudian bercerita tentang hal-hal yang membuat saya belakangan ini merasa tidak nyaman dengan status lajang saya. Salah satunya adalah gangguan dari pria-pria yang tidak lajang disekitar saya.

Kemudian ia menulis :

"Semoga niat baikmu berkeluarga segera diijabah ya. Aku doakan"

Dan saya membalasnya dengan ucapan terima kasih dengan airmata bercucuran. Untung saja ia tidak tahu. Isi pesan yang tidak seberapa panjang itu menguatkan saya dan memberikan dukungan yang saya perlukan meskipun mungkin abang itu belum tentu bisa mencarikan yang tepat untuk saya.

Dua minggu yang lalu, dengan hanya satu kalimat ditelepon yang saya sampaikan ke Ibu saya bahwa seseorang tidak jadi datang, pembicaraan berikutnya beralih menjadi tangis sesegukan, baik itu saya ataupun ibu saya dan semakin deras airmata saya mengalir ketika telpon berpindah dan ada suara bapak saya berbicara diujung sana 

"Bapak percaya kalau kamu bisa mengandalkan dirimu sendiri dan ini tidak seberapa untuk kamu lewati"


Ternyata belakangan ini saya memang lebih cengeng dari biasanya 
Mungkin karena faktor usia:)

Jumat, 16 Oktober 2015

Asisten Rumah Tangga

Sudah hampir tiga minggu saya hidup tanpa asisten rumah tangga.  Sudah tiga minggu itu pula saya tidak menerima pesanan cake pisang, brownies dan tidak berminat lagi membuat tuna rica-rica in jar. Selama itu, rumah kontrakan saya yang sepetak tidak selalu mengkilatt. Kadang ia rapi tapi lebih sering berantakan. 

Asisten saya, Sila, mengalami penyumbatan di ginjalnya sehingga harus di operasi. operasi tersebut mengharuskannya untuk istirahat total. Lucunya, dua minggu sebelum ia diketahui harus menjalani operasi, saya baru saja berbicara dengannya tentang rencana saya untuk mengurusi sekolah yang artinya akan mengurangi fokus saya pada bisnis kecil-kecilan saya. Setelah terdiam beberapa saat, sila memberitahu saya bahwa ia juga ingin mengurangi jam bekerja karena ingin menambah anak.

Hari pertama Sila selesai di operasi, saya datang menjenguknya dan berbicara tentang izin istirahat sampai ia sanggup bekerja kembali. Tapi kemudian ia memberitahu saya bahwa ia mungkin tidak akan kembali bekerja dengan saya. Saya hanya mengangguk-angguk saja.

Hari-hari berikutnya saya kemudian menyadari bahwa Sila dan anaknya Icha, yang selalu ikut saat dia bekerja sudah menjadi keluarga baru bagi saya. Rasanya ada sesuatu yang kosong di hati setiap jam 9 pagi menjelang dia motor merahnya tidak kunjung datang. Saya tiba-tiba merasa sendiri (lagi)

 Tiba-tiba saya merasa patah hati. Mungkin lebih tepatnya kehilangan. Bukan hanya kehilangan teman dan saudara tapi juga kehilangan perhatian, ada yang mempedulikan dan ada yang mengurusi. Tiba-tiba semuanya bukan lagi sekedar masalah apakah kamar saya rapi atau tidak, piring saya sudah dicuci atau belum, rumah saya beraroma kue atau tidak sekarang.

Akhirnya saya jadi tahu mengapa teman-teman saya yang ibu-ibu ribut sekali kalau ART mereka berhenti. Selain jadi semakin repot, saya yakin mereka pasti juga merasa kehilangan seperti saya. 

Tapi berhentinya Sila terus terang juga mengubah hari-hari saya

Sekarang saya jarang  tidur lagi setelah sholat subuh dan memilih untuk beres-beres rumah, menyapu atau mencuci piring. Karena terbiasa pulang ke rumah yang sudah rapi dan tertata, maka mau tidak mau sekarang standar kerapian saya ikut meningkat. saya semakin bisa menghargai hal-hal kecil yang biasa dilakukan Silla untuk saya karena sekarang saya harus melakukannya sendirian.

Pengeluaran bulanan saya berkurang tapi pengeluaran untuk laundry bertambah :)

Dan harusnya, 
Saya sudah bisa mulai untuk menata urusan dan prioritas pribadi saya 
 

Senin, 12 Oktober 2015

Just A Sentimental Lecturer

Akhir minggu ini saya merasa seperti dibawa kembali ke masa-masa awal karier saya sebagai dosen. Pertama karena salah satu mahasiswa saya menikah dan saya ikut jadi panitianya. Mahasiswa saya yang ini berada di angkatan pertama mahasiswa yang saya ajar. Jarak umur saya dengan mereka hanya 8 tahun saja, hamoir seumuran dengan Laras, Bembi, Ajeng, Kristin atau Afifah adik kos saya dulu. Di pestanya, saya kembali bertemu dengan teman-teman dekatnya yang juga amat dekat dengan saya. Rasanya seperti ruang kelas dipindahkan ke gedung tempat pesta berlangsung

Lalu keesokan harinya saya bertemu dengan para mantan mahasiswa saya diangkatan ketiga yang saya ajar di kampus yang sekarang di acara ospek jurusan. Mereka datang mewakili alumni untuk berbagi dengan adik-adik kelas tentang kuliah dan prospek kerjanya.

Hampir semua mahasiswa saya tersebut sudah mengalami transformasi kedewasaan. Yang pria terlihat makin mapan dengan jenggot dan kumis tipis. Kesejahteraan juga tak bisa dibohongi dari pipi dan perut mereka:). Sementara yang perempuan makin anggun, matang dan cantik, meski ada yang masih saja tidak bisa menghilangkan sisi-sisi ketomboian mereka. 

Mereka bertemu saya dengan berbagai cerita baru. Ada yang baru masuk kerja, ada yang sudah akan pindah kerja. Ada yang sedang pedekate, ada yang melamar dan ada yang baru saja putus cinta. Ada yang masih bertahan dengan orang lama setelah berkali-kali putus sambung, ada yang move on dari cerita lama dan ada yang masih sibuk mencari kemana harus menambatkan hati

Tapi tetap ada satu hal yang tidak berubah
Bagi mereka, saya masih tetap Ibu dosennya mereka
Yang mereka kenalkan kemana-mana sebagai dosen mereka 
meski ruang kelas sudah lama kami tinggalkan
dan sebagian selalu mengulang kalau mereka rindu berada di kelas saya
Yang tetap saja dipanggilnya Ibu bukan kakak, mba atau uni
Yang tetap saja dicium tangannya meski seragam kami sama
Dan belakangan makin santer godain saya dengan nanyain kapan saya menikah

Rasanya, 
Melihat mereka terbang tinggi dan hidup saat ini dengan cerita yang lebih baik dari sebelumnya 
dan bahkan dengan cerita yang jauh lebih baik dari cerita ibu dosennya 
saya hanya bisa menggumam dalam haru
Saya beruntung bisa jadi bagian dari itu

Dan pekerjaan ini
bernilai lebih banyak daripada gajinya sendiri
karena hal-hal yang tidak bisa diukur dengan uang

Dear Students, 
Its not you who lucky being my students
Its actually me, the luckiest woman whose opportunity being your teacher

*menghapus air mata*
I'm just a sentimental lecturer

Jumat, 09 Oktober 2015

Wedding Invitation and The Single Lady

This week, I got two wedding invitation and both of them came from my closest circle. One is my friend's sister and the other one came from my late student. This weekend became a very full wedding event every where, maybe because of the special dates 10-10-15 or because Iedul Adha has just passed already and months after that became good time for wedding celebration.

Having my organizing my two sister's wedding several years ago, I know that Its always nice to wonder how busy and stressful the preparation is. You have to organize family meeting, choose the catering, find the wedding tenant, create the invitation, and many big and small stuffs. And I really enjoyed it

but It was several years ago
 
Lately, I can't easily enjoy the before, on going and after wedding event held around me. 
Thus, I also can't enjoy being in wedding party for couple hours except on my very close person wedding.

Having someone invites me to his/her special occasion its actually makes me feel happy. Because I do happy when someone finally found his or her destiny and I wish i will have that privilege soon, especially when it is happened to people that I know well. I do sometimes envy, but still, my happines is much bigger than my envy. I almost have no reason not to happy when everyone's happy

If it is so, then why the wedding party became not necessarily my happy thing ?

Its because I just can't answer any question related to when will i get married nicely anymore. And its simply because I really don't know when the time for me happened exactly. I really don't and I cant stop people to ask me.

I already try to answer with :

" smiley face"
"I dont know, do you have any candidates for me?"
"My future husband is just lost in somewhere else, maybe he need time to find a way home"

and it comes with another non-stop statements and questions like :

"I'm not capable to find you a candidate, your education is just too high for a man"
"I'm not capable, why don't you ask your parents?"
 "Its hard to find someone fix to you, your appearance is not good looking"

*sigh*

then lately, I answered with :

"I don't know, may you just ask Allah?"
or asked them to send me a pray so that I can see my lifetime partner soon instead of keep asking and commenting my single life

Is it too much to ask?
 

 

Rabu, 07 Oktober 2015

Being Thirty Something

When I was on my 20, I will worry about will I get a good job or will someone asks me to go out with him only. But still, I didn't have to worry that much because I have a lot of not-official-someone to go out with. Also, I have a lot of girl friends to chit chat. even when I didn't have money because of jobless, I still can ask some to my parent. Life is easy and colorful at that time. 

I'm not saying that life in thirty something become black, grey and white and not colorful. But sometime it feels like you live to please everyone around you. You have to deal more about how to let people (and their opinion) come into your life. You have also need to think more about who you need to maintain your interaction with and whom you have to delete; permanent or temporary from your social media account, your messenger contact or even from your phone book. You have to wisely choose updates in social media timeline to be read. Your friends from many circles will or already married, so you will across the time from you were so envy seeing your best friend got married until you pass the time when you are the only one among your group who is not yet tie the knot. So, you have to understand that everything will not be the same since that day. 

And its getting harder when you are thirty-something and single. Your life will be fulfilled with not only that classic question; like when will you get married, but also some random questions which became relevant to your age; like why you still use motorbike instead of buying car, how much your salary is, what is your investments, etc and those question will be asked for you anywhere. 

Even If you met someone, you will find out that many people will happy. But you will also know that more people doubting you. Some of them will say that he is not fixed to your status; education or salary or family and some will say that he is not fix to your physical thingy; shorter, fatter or thinner. Some will say don't be too hurry after keep asking why you stay single. 

When you choose to focus on your career, education or your any other dream, some people will happily support you because they believe that career, pursuing another degree or travelling around the world should be enjoyed while you're single. But believe me, that there more people out there will tell you that your career, education or your hobbies will create further distance between you and your future husband because, according to their opinion, man will loose his confidence while facing a successful high education woman. 


Then I finally found out that being thirty something for me is more difficult than I ever thought but its give me many lessons learned. By this year, I will reach my 33. I am single, have a good and nice job, not having some certain amount of fixed and growth assets, plan to continue my degree soon. I already deal with those things; good or bad and learning, that being thirty something forced me to choose everything that fixed to me wisely. And the most important thing for me is, I stop trying to please everyone. Its better to save my energy for creating more happiness for someone that I supposed to please. She is me, My self and I


 

Yang udah berkunjung ke sini ..