Senin, 24 Februari 2014

Ada Kebanggaan di Pekanbaru - On My Point Of View

Acara @Pekanwak yang bertajuk Ada Apa Di Pekanbaru baru saja selesai kemaren sore. Berminggu-minggu mengalami pasang surut sejak pertama kali acara ini diluncurkan, saya dan teman-teman akhirnya semua sampai apada puncaknya. Terlalu banyak cerita dibalik acara ini, baik untuk saya secara pribadi maupun saya dan teman-teman satu tim. Sebagai tim dan komunitas baru di kota ini, banyak yang meragukan kami, terlihat dari minimnya jumlah sponsor besar yang ikut serta mendanai kegiatan ini. Bolak balik ditolak akhirnya kami kebal juga. Begitupun ketika berhubungan dengan pembicara yang berasal dari Jakarta; beberapa kali saya berhadapan dengan penghubung yang menyepelekan keberadaan kami. Hal biasa yang harus mulai dibiasakan untuk diterima.

Ketika kemaren bekerja di area seminar yang jumlah peserta berbayarnya hanya sedikit, saya melihat betapa banyaknya orang-orang yang perhitungan untuk mendapatkan ilmu hanya karena pembicaranya orang lokal daerah ini. Padahal orang-orang yang berbagi ilmu didepan mereka kemaren memiliki kapasitas yang tidak bisa dipandang enteng. Ketika memanggil peserta untuk masuk ruangan setelah break, seorang peserta menjawab ogah-ogahan dan berkata bahwa dia hanya menunggu pembicara utama hadir. Saya kemudian berkata kepada peerta tersebut bahwa pembicara di sesi itu merupakan pembicara lokal yang oke punya dan dia tidak bereaksi. Sebaliknya, ruangan mendadak penuh ketika pembicara utama yang berasal dari Jakarta datang. Sebagian yang memenuhi ruangan datang karena mengidolakan pembicara ini dan sebagian karena gratis. Hmmm

Dua dari tiga pembicara seminar kisah sukses dibalik dunia virtual adalah orang lokal Pekanbaru; yang pertama itu namanya Bang Dedi Ariandi. Beliau seorang relawan apa saja yang arsitek. Istilah relawan apa saja ini saya gunakan karena bang Dedi tergabung dalam banyak sekali komunitas di Pekanbaru; baik sebagai relawan, konsultan hingga founder. Beliau juga salah satu orang penting yang berada dibalik pelestarian budaya Riau. Pembicara kedua bernama Dedy Ong. Koko-koko muda asli Pekanbaru tapi pekerjaan dalam web design dan web developer sudah meng Indonesia. Beliau pertama kali saya kenal secara tidak sengaja pada saat pameran komputer disebuah mall di Pekanbaru. Salah satu kliennya adalah Duo Endah n Ressa, yang lainnya entahlah, beliau saja mungkin tidak pernah hapal. Dua orang ini saya hargai dengan sepenuh hati untuk kekayaan pengetahuan dan pengalaman serta kerendahatian untuk berbagi ilmu dengan saya dan teman-teman dan mendukung acara kami tanpa pamrih. Mereka inilah yang memberikan warna dan paradoks pada kebanyakan karakter yang sering saya temui di kota ini.

Kota yang sedang berkembang seperti Pekanbaru seringkali berkiblat pada kota metropolitan seperti Jakarta sehingga sulit untuk mengapresiasi potensi lokal yang mereka punya. Padahal, orang-orang lokal potensial inilah yang harusnya didekati untuk diajak membangun kota ini dengan kemampuan yang mereka miliki. Pembicara utama yang kami undang tentu saja juga bukan pembicara sembarangan. Ia telah membangun citra diri dan berkarya dengan sepenuh hati makanya beliau layak untuk ditunggu. But, less appreciation for your local one? then how other people in another side of this country will appreciate you?

Sore hari, ketika acara Pekanwak mencapai ujungnya, saya berdiri disebelah roadmannya pembicara utama menikmati suguhan terakhir kebanggaan kami sebagai orang yang tergabung dalam tim ini.Ia enggan beranjak walaupun jadwal ke Bandara sudah didepan mata. Adalah Riau Rhythm Chamber Indonesia, group musik etnik Riau yang namanya saya kenal karena komunitas Akademi Berbagi Pekanbaru yang akan menutup hari yang indah di sore kemaren. Grup musik ini sudah melanglangbuana kemana-mana dan masih saja banyak orang Riau dan Pekanbaru termasuk saya yang tidak mengenal mereka. Pamornya masih sering kalah  dengan musisi populer dari Ibukota. Padahal, kemanapun mereka pergi, mereka membawa nama Riau dan Pekanbaru.

Sebelum lagu pertama dimainkan, Bang Rino, pimpinanannya RRCI membuka pertunjukan mereka dengan dukungan dan terima kasih kepada acara kami. Mata saya memanas dan hati saya bergetar. Saya memang terlalu sensitif untuk hal-hal seperti ini. Bagaimana tidak, ketika grup band lain meminta bayaran sekian juta untuk tampil di acara ini, RRCI memainkan empat karyanya dengan cuma-cuma. Ketika banyak orang meragukan kami dan acara ini, maka RRCI menjadi salah satu dari sedikit orang yang percaya itu. Merekalah salah satu kekuatan bagi saya dan teman-teman di Pekanwak untuk terus berjalan. Bang Rino dan RRCI sore itu telah menampar hati banyak orang di pelataran pustaka wilayah Soeman HS dengan kata pembuka yang hanya beberapa kalimat. Sesudahnya, ketika satu persatu alat musik berdentang, berdenting dan mengalun, saya kemudian larut dalam buaian musik ditingkahi tepuk tangan yang tak habis-habisnya. . Empat karya yang dimainkan sepenuh hati sore itu oleh rekan-rekan RRCI sudah lebih dari cukup untuk membangun rasa bangga yang meluap-luap terhadap kekayaan potensi kota ini.

Saya tidak sempat menyimak banyak potensi lokal lainnya yang mengisi acara Ada Apa Di Pekanbaru sepanjang hari itu karena bertugas di ruang seminar. Dan terima kasih saya dan teman-teman dari Pekanwak tentu saja tidak akan pernah cukup untuk bantuan yang kami terima dari semua yang sudah menunjukkan kepada Indonesia dan Dunia hal-hal positif dan potensi-potensi saja yang dimiliki oleh Pekanbaru. Masih banyak hal positif lain yang bisa digali dan ditemukan, hanya saja, perlu kerendahan hati untuk mulai belajar melihat dan terjun langsung ke lapangan mencari akar budaya kita sendiri, terlibat dalam pengembangan kota ini meskipun hanya dengan kontribusi yang kecil saja dan perlu menanamkan kebanggaan lebih untuk setiap potensi lokal yang kita temui.





Yang udah berkunjung ke sini ..