“To find your highest level of success, you must be willing to help others become successful.”
[Author Unknown]
Tahun 2010, ketika pertama kali saya menginjakkan kaki ke kota Pekanbaru
ini hingga di tahun ketiga saya tinggal disini, saya masih sering
mengutuk cara berpikir orang-orang disekitar saya serta cara mereka
menilai dan memperlakukan orang lain. Selain itu, saya masih sering
terkaget-kaget mengetahui bahwa ada banyak hal diluar sana yang tidak
diketahui oleh mahasiswa saya dan mereka tenang-tenang saja sementara
saya gregetan setengah mati. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang dengan sedemikian pesat, namun sebagian orang tidak mengetahui cara untuk menambah ilmu mereka dan sebagiannya lagi memilih untuk masa bodoh saja.
Hingga saya dan Athiek bertemu dengan seorang teman baru (lagi). Teman baru saya ini adalah teman dari Rendra, Rendra sendiri saya kenal karena saya berteman dengan Athiek. Pertemanan memang memang pada akhirnya akan membawa kita ke pertemanan baru. Teman baru saya ini orang Pekanbaru yang lama di Jakarta dan kemudian pulang lagi ke Pekanbaru. Tentu saja, seperti halnya saya orang Sumatra yang pernah di Jawa dan kembali ke Sumatra, ia membawa kegelisahan dan kegeraman yang sama melihat kota yang berpotensi besar dan kaya secara sumber daya alam tapi tidak punya greget, sementara dibelahan lain bumi Indonesia sudah mulai bergerak lebih cepat sementara disini ya slow motion aja. Jangankan teman baru saya itu, saya aja yang bukan orang sini gregetaannya setengah mati melihat ada banyak potensi yang bisa digerakkan tapi kemudian ya dianggurin begitu saja :(.
Dari kegelisahan itulah, teman baru saya ini kemudian mengajak kami; saya, Athiek dan Rendra untuk melakukan sesuatu untuk kota yang telah menjadi tempat kami hidup dan mencari rezeki. Sesuatu gerakan kecil yang merupakan percabangan dari gerakan besar yang sudah berdiri diberbagai kota di Indonesia dan beberapa diantaranya berada di Sumatra; seperti Jambi, Medan hingga Labuhan Batu bernama Akademi Berbagi. Akademi berbagi sendiri menurut saya merupakan gerakan untuk menyebarluaskan ilmu pengetahuan terutama yang aplikatif dan bermanfaat bagi banyak orang. Ia merupakan penjelmaan sekolah dalam bentuk yang lebih fleksibel. Fleksibel dalam hal waktu, tempat dan peserta namun tetap mengikuti kaidah seharusnya sebuah kelas; memiliki kurikulum, pengelola dan pengajar.
Pada saat itu, memiliki mimpi bahwa gerakan ini akan hadir di Pekanbaru seperti mimpi yang menjelma menjadi nyata. Why dream comes true?. Di tahun 2011, saya sudah mengenal gerakan akademi berbagi ini dan bahkan pernah melamar menjadi kepala sekolah agar Pekanbaru bisa punya kelas serupa. Keinginan ini dimulai dari pertama kali saya melihat ada banyak postingan
tentang kelas berbagi pengetahuan yang diprakarsai oleh akun @akademiberbagi dan @pasarsapi bersliweran di linimasa akun twitter
saya. Tiba-tiba saya merasa cemburu. Cemburu karena tidak ada gerakan serupa di kota ini pada saat itu sehingga saya tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan ilmu-ilmu baru, seperti yang didapatkan oleh teman-teman saya di Jawa sana. Dengan berbekal kecemburuan itulah saya kemudian melamar menjadi kepala sekolah untuk akademi berbagi pekanbaru namun saya tidak berhasil memulainya karena tidak menemukan patner yang cocok.
Bagi saya, pertemuan pertama kami; saya, Athiek, Rendra dan teman baru saya itu di pertengahan tahun ini disebuah cafe seperti menarik saya kepada sebuah mimpi yang sempat dibangun dan kemudian ditenggelamkan karena saya tidak mampu membangunnya sendiri. Tiba-tiba saya merasa bahwa memiliki sebuah kelas beragi di kota ini tidaklah mustahil lagi karena ada empat orang dengan pemikiran yang sama, ingin membangun pekanbaru, bergabung didalamnya. Begitulah, meeting demi meeting selepas jam kerja, chatting di grup whattsap atau imel menjadi langkah-langkah kecil dari sebuah langkah besar bernama Akademi Berbagi Pekanbaru. dimulai dari sebuah akun twitter bernama @akberpekanbaru, kami mulai menjalin mimpi agar belajar menjadi menyenangkan dan mudah bagi semua orang yang ingin belajar tanpa harus tersekat oleh, waktu, usia, tempat dan biaya.
Bulan lalu (26/10), seiring dibukanya kelas perdana kami, dan sabtu kemaren (26/11) setelah kelas kedua berlangsung, keyakinan saya makin menguat, bahwa ternyata tidak harus selalu berada dipusat informasi untuk bisa melakukan banyak hal dan tidak selalu harus berada di Jawa untuk bisa memperoleh kesempatan yang sama seperti yang didapatkan orang lain. Sebaliknya, justru karena tidak berada dipusat informasi seperti di jawa saya dan teman-teman di akademi berbagi pekanbaru bisa menciptakan kesempatan yang sama bagi banyak orang.